Minggu, 06 Juni 2010

Identifikasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Tebu di Wilayah Timur Indonesia (Mohamad Mulyadi, Aris Toharisman dan Mirzawan, PDN

Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Indonesia bagian timur merupakan kawasan potensial pengembangan areal perkebunan tebu. Hasil  telaah  karakteristik  fisik  lingkungan  pada  tingkat  tinjau  mendalam  dan semidetil  dijumpai  sekitar  141.279  ha    lahan  di  kawasan  ini  sesuai  untuk  tebu  yang tersebar di 6 propinsi.   Hasil survei pada tingkat semidetil di kawasan ini yang dilakukan P3GI Pasuruan pada  tahun 1992-2006 menunjukan sekitar 113.200 ha  lahan potensial yang siap untuk dikembangkan menjadi areal perkebunan  tebu. Urutan prioritas  lahan untuk  pengembangan  tebu  berdasarkan  persyaratan  sifat  fisik  lingkungan, potensi  lahan  hinterland yang  secara  potensial  dapat  diperluas  dengan  mengoptimalkan  lahan  potensial  dan penggunaan  lahan  pengembangan,  secara  keseluruhan  diperkirakan mencapai  20.036 ha  dan aksesibilitasnya  adalah  Kabupaten  Tinanggea-Sulawesi  Tenggara,    Kabupaten  Wajo-Sulawesi  Selatan,  Kabupaten  Merauke-Papua  dan  Kabupaten  Sambas-Kalimantan Selatan.    Selain  itu,  industri  gula  existing  di  Indonesia  bagian  timur  yaitu  1  PG  di Tolanghula-Gorontalo  dan  3  PG  di  Sulawesi  Selatan memiliki  .    Untuk  mendorong  percepatan  pembangunan  industri  gula  di  Indonesia  bagian timur,  perlu  dilakukan  perbaikan  aksesibilitas  dan  infrastruktur,  kemudahan  akses informasi  dan  penempatan  potensi  lahan  untuk  tebu  pada  prioritas  tinggi,  dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif dan konsisten untuk mendorong agribisnis gula. 

 

Dengan  luas areal sekitar 400  ribu ha pada periode 2007-2009,  industri gula berbasis tebu merupakan  salah  satu  sumber  pendapatan  bagi  sekitar  900  ribu  petani    dengan jumlah  tenaga  kerja  yang  terlibat  mencapai  sekitar  1.3  juta  orang.    Gula  juga merupakan  salah  satu  kebutuhan  pokok masyarakat, maka  dinamika harga  gula  akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi.

Seiring dengan pertambahan populasi penduduk, pada  tahun-tahun mendatang

kebutuhan  gula  dalam  negeri  diperkirakan  akan  terus meningkat.    Pada  tahun  2009

dengan populasi 225 juta jiwa dan  rata-rata konsumsi gula 12 kg per kapita, kebutuhan

gula untuk konsumsi langsung mencapai 2,7  juta ton dan konsumsi tidak  langsung 1,1

juta  ton.   Tingkat konsumsi gula saat  ini   masih  jauh di bawah saturation  level   yang

umumnya  dicapai  negara-negara  maju  (30-55  kg/kapita/tahun).    Pada  tahun  2010

kebutuhan  gula  Indonesia  diproyeksikan   mencapai  4,15  juta  ton  atau   naik  rata-rata

3,87  %  per  tahun.    Kesenjangan  antara  kebutuhan  dan  produksi  gula  domestic

tampaknya masih akan terus berlangsung.   Pada saat  ini, kesenjangan itu sekitar 32%

dari  kebutuhan  konsumsi  dan  diatasi  dengan  impor  gula. Dalam  kondisi  keterbatasan

devisa  dan  kecenderungan  harga  gula  dunia  yang  meningkat,  impor  gula  akan

menimbulkan beban berat bagi perekonomian nasional di masa depan.   Atas dasar itu,

maka  upaya  peningkatan  produksi  dalam  negeri  merupakan  pilihan  kebijakan  yang

rasional sejauh upaya  itu dapat dipertanggungjawabkan dari segi efisiensi penggunaan

sumberdaya.

Terdapat  dua  pilihan  yang  dapat  dipertimbangkan  dalam  upaya  peningkatan

produksi gula dalam negeri, yaitu meningkatkan serta mengoptimalkan kapasitas pabrik

gula  (PG)  yang  ada  (existing  industry)  dan  membangun  PG  baru  di  luar  existing

industry.    Pabrik  gula  yang  ada  kebanyakan  berlokasi  di  Jawa  yang    hinterland-nya sudah sangat terbatas, sehingga peningkatan dan optimalisasi kapasitasnya juga sangat  terbatas. Karena itu pembangunan PG di luar existing industry merupakan satu-satunya  solusi  jangka panjang dalam peningkatan produksi gula guna mengimbangi kebutuhan  gula nasional yang semakin meningkat.

 

Indikator

1.      Kebutuhan Gula Wilayah Indonesia Timur

Indonesia  bagian  timur  dikaitkan  dengan  pewilayahan  konsumsi  gula meliputi kawasan  Bali-Nusatenggara,  Kalimantan,  Sulawesi,  Maluku  dan  Papua.    Tabel  1 menunjukkan  kebutuhan  konsumsi  gula  di  wilayah  ini  yang  dihitung  berdasarkan pendekatan  jumlah  penduduk  dengan  rata-rata  konsumsi  gula masyarakat  Indonesia perkapita .

  

 

1.      2. Gambaran Penggunaan dan Potensi Lahan Tebu 

  Informasi  penggunaan  lahan  tebu  pada  beberapa  tahun  terakhir  akan memberikan  gambaran  perkembangan  industri  gula  secara  keseluruhan,  khususnya dalam  pencapaian  produksi  gula  maupun  perkembangan  pembangunan  industri  gula baru.  Pada saat ini, luas areal tebu Indonesia sekitar  444 ribu hektar dengan kontribusi sekitar 65% luasan areal di Jawa dan sisanya sekitar 35 %  berada di luar Jawa tabel Penggunaan  lahan  tebu  eksisting  di  Jawa  dan  luar  Jawa  selama  10  tahun terakhir (1998-2008) 


1.      3Potensi Lahan Tebu di Indonesia 

Tebu merupakan  tanaman  asli  daerah  tropika  yang  asal  usulnya  diperkirakan3dari  Papua.    Tanaman  ini  cukup  peka  terhadap  ketersediaan  air  yang  berlebihan maupun  yang  yang  terbatas,  sehingga  iklim  sering menjadi  faktor  pembatas  utama.  Lingkungan  fisik  lain yang membatasi  luas pengelolaan  tebu di  suatu kawasan adalah kemiringan  lereng,  drainase  dan  kedalaman  efektif  tanah.    Sifat  fisik  ini  lebih  banyak berkaitan  dengan  efisiensi  ekonomis  budidayanya.    Faktor  lain  yang  membatasi penggunaan  lahan  bagi  komoditas  tebu  adalah  persaingan  dalam  penggunaan  lahan, khususnya  daerah-daerah  datar  yang  subur  untuk  komoditas  pertaniaan  lainnya  dan pemukiman. 

 

2.      4.Potensi Lahan Tebu Indonesia Bagian Timur

Potensi  sumberdaya  lahan  di  Indonesia  Bagian  Timur  diduga  tersebar  masih  cukup  banyak.    Pada  kenyataannya  informasi  potensi  lahan  yang  menggambaran kesesuaian  fisik  lahan  untuk  tebu  belum  diungkapkan  secara  optimal  baik  dari  sisi luasan maupun  distribusinya.    Untuk melacak  informasi  keberadaan  penggunaan  dan kesesuaian  lahan  dalam  rangka  mengidentifikasi  potensi  lahan  untuk  tebu,  pada umumnya  masih  menggunakan  peta  dasar  skala  kecil  (skala  eksplorasi  dan  tinjau).  Namun  di  beberapa  tempat,  seperti  di  Sulawesi  Selatan,  Kalimantan  Selatan  dan Merauke-Papua,  pelacakan  lahan  potensial  sudah  dilakukan  verifikasi  sampai  padatingkat skala semi detil dengan luasan yang masih terbatas.   Tabel 3.     Telaah      lahan   potensial  tinjau   mendalam di 6 propinsi  Indonesia bagian Timur (Jayanto, 2002)



Pada umumnya lokasi areal potensial memiliki aksesibilitas rendah dengan penggunaan lahan sebagian besar berupa kawasan hutan, semak belukar,  lahan terbuka (bero) dan  sedikit  merupakan  areal  perkebunan.   Penyebaran  lahan  tersebut  terdapat  sekitar  64.065  ha  di Kalimatan  Timur,  13.595  ha  di    Sulawesi  Tengah,  23.935  ha  di  Sulawesi  Tenggara, 1.955 ha di Nusatenggara Barat, 6.600 ha di Nusatenggara Timur dan 35.930 di Papua. 

Tabel  4.    Telaah  kesesuaian  lahan  pada  survei  semi  detil  di  Indonesia  Bagian  Timur (P3GI, 2002-2006)

 

Tabel 5.   Lahan potensial hinterland  industri gula di  Indonesi bagian  timur yang dapat diupayakan untuk pengelolaan tebu 



Percepatan Pemanfaatan Lahan Potensial UntukPembangunan Industri Gula 

Perkembangan  perluasan  areal  perkebunan  tebu  berjalan  sangat  lambat,  tidak  seperti  komoditas  perkebunan  lainnya  khususnya  sawit  yang  berjalan  begitu  cepat.  Dalam upaya untuk memanfaatkan lahan potensial dan investasi pembangunan industri  gula di kawasan Indonesia bagian timur perlu dilakukan langkah terencana oleh semua pihak yang  terkait,  termasuk pemerintah,  investor,  lembaga penelitian dan masyrakat.  Di lain pihak, pembangunan industri gula di kawasan ini bersifat sangat strategis, selain  dilihat  dari  sisi  kebutuhan  pasok  gula  menuju  swasembada,  juga  akan  bermanfaat dalam  mendorong  pemerataan  pembangunan  dan  kesejahteraan  masyarakat  di sekitarnya.   Oleh karena  itu, agar percepatan pengembangan  indutri gula di  Indonesia bagian  temur dapat  segera  terealisasi, maka diperlukan upaya dukungan, anatara  lain

sebagai berikut ;

 

a.      1.Menyediakan dan meningkatkan akses informasi potensi sumber daya lahan 

b.      2.Menempatkan ketersediaan lahan untuk tebu pada tingkat prioritas tinggi

c.       3.Dukungan pembangunan infrastruktur 

d.      4.Dukungan SDM dan Teknologi 


Kesimpulan Review:

Ssperti yang telah diutarakan, Pengolahan Tebu serta Peningkatan tebu dari potensi lahan di Indonesia Wilayah Timur merupakan salah satu inovasi tepat guna bagi persebaran tanaman ini. Untuk itu, pemilihan strategi-startegi dari indicator-indikator yang ada akan sangat baik apabila dilakukan dengan menggunakan teknik analisa Analytical Hierarci Process (AHP) atau biasa dikenal dengan expert choice dengan tujuan memilih prioritas dari strategi terbaik apaa saja yang dapat digunakan sehingga inovasi ini dapat digunakan dengan baik dengan melihat indicator-indikator yang ada.